Pernah dengar cerita seperti yang sering saya dengar ini?
Guru mengajar suatu materi yang cukup sulit. Siswa-siswa sulit sekali memahaminya. Di antara 30 siswa ada Budi yang sangat cerdas. Budi dengan mudah memahami pelajaran guru itu. Guru menyimpulkan bahwa dia sudah berhasil mengajar dengan baik karena Budi sudah paham. Siswa yang lain seharusnya juga paham seperti Budi. Selesai sudah tugas seorang guru. Anda setuju?
Dalam dunia pendidikan Indonesia pendekatan guru di atas berdampak luas. Kita bersyukur mempunyai anak berbakat seperti Budi. Perlu kita ingat pendidikan adalah untuk seluruh anak bangsa tidak hanya untuk anak berbakat saja semisal Budi. Hanya ada segelintir anak berbakat khusus (pencilan, outlier).
Anak berbakat perlu kita bedakan dengan anak rata-rata pada umumnya. Anak berbakat bisa kita jadikan motivasi dan inspirasi. Tetapi anak berbakat tidak dapat kita jadikan patokan.
Kementerian pendidikan sudah tepat ketika menyelenggarakan olimpiade untuk anak-anak berbakat. Kementerian juga menyediakan program pembinaan khusus untuk anak-anak berbakat. Itu semua bagus dan perlu improve secara terus menerus.
Masalah muncul ketika materi olimpiade yang mudah dikuasai oleh anak-anak berbakat mulai masuk dalam kurikulum pendidikan standar. Ini menjadikan pendidikan kita tersesat dari jalan yang tepat. Seharusnya biarkan tantangan olimpiade tetap khusus untuk anak berbakat. Dan kurikulum umum terus kita tingkatkan.
Bukan hanya siswa yang keberatan tetapi guru pun juga keberatan dengan tipe materi olimpiade. Berikut ini saya tuliskan satu contoh tipe soal olimpiade SD.
“Jika hari ini adalah Jumat maka hari apakah 1 juta hari kemudian?”
Bagaimana menurut Anda?
Salam hangat…